Project Love: Bola Salju
Seluruh cerita soal ProjectLove bisa dilihat disini
Seberapa sering kita memulai sesuatu hanya untuk senang-senang, tapi kemudian malah jadi serius? Sesuatu yang ‘innocent’, tanpa ekspektasi, tanpa pretensi, tapi dikerjakan sepenuh hati seringkali melaju seperti bola salju. Makin besar, makin besar dan makin besar. Inilah yang terjadi pada project yang satu ini.
Bang Oscar melihat semua foto-fotoku dengan seksama. Malu-malu, aku menceritakan kepadanya maksud dan tujuan dari foto-foto ini. Sambil mendengarkan, tangan dan matanya awas memilih. Mana foto yang layak, mana yang dipinggirkan. Mana yang harus dipasangkan, mana yang harus berdiri sendiri.
Sementara, teman-teman yang ada di situ berkomentar tak putus berkomentar tentang foto-fotoku. Mereka mengatakan hal-hal yang membuat hidungku kembang kempis ke-GR-an. Bahkan ada yang nyeletuk, “Diseriusin aja ‘kali, Din!” Artinya, benar-benar dibuat buku dan dicetak banyak, bukan hanya satu untuk si Abang. Aku cuma bisa cengengesan sambil mengurut dada. Anak-anak ini makin keterlaluan deh becandanya!
Bang Oscar selesai memilih dan menyisihkan sekitar separuh dari tumpukan foto. Ia memintaku kembali melihat dengan seksama, mungkin ada foto-foto yang lebih sreg di hatiku. Lantas, diluar dugaanku, Bang Oscar malah heboh ikut memikirkan desain yang paling bagus untuk model buku seperti ini. Ia memberikan masukan-masukan dan referensi kepada Ari yang akan membantuku mendesain buku ini.
Aku takjub. Semua orang kok justru lebih bersemangat daripada aku ya? Aku jadinya malah makin grogi. Membuat buku, memang pernah terlintas dipikiranku. Tapi buku fotografi? Wah, apa aku layak? Teman-teman melihat keraguanku dengan jelas. Mereka bilang: pikirin aja dulu. Tak perlu buru-buru. Yang pasti, isinya cukup layak untuk jadi buku.
Sayangnya, urusan pikir memikir ini harus tertunda. Sejak September, aku terlibat dalam project lain yang mengharuskan aku berkonsentrasi penuh. Belum lagi memikirkan urusan pembangunan rumah yang tak kunjung selesai. Alhasil, saat Abang berulang tahun di awal Oktober, hadiah istimewa ini masih belum berbentuk. Tapi dalam hati aku berdoa, mudah-mudahan saat ulangtahun perkawinan kami yang ke-6 di bulan Maret, aku sudah punya hadiahnya!
Saat pekerjaan agak mereda di awal tahun, aku mulai berpikir serius soal buku ini. Intinya, jika memang hendak membuat buku, harus ada sesuatu yang berbeda dari hanya sekedar memasukkan foto-foto dan kata-kata dari instagramku. Tapi tentu saja pekerjaan ini tidak mudah, apalagi aku harus merahasiakannya dari abang.
Di tengah keruwetan itu, akhirnya aku menyerah dan memutuskan untuk menceritakannya kepada Abang. Sebab, menahan rahasia sebesar ini membuat perut mules setiap saat! Si abang berkaca-kaca saat aku cerita. Meski begitu, aku meminta pengertiannya: dia tidak boleh melihat, hanya bisa mendengar saja! Setidaknya dengan begitu masih ada surprise yang tersisa, hehhehe…
Begitu bebannya terlepas, otakku langsung bekerja dengan lincah. Ide-ide bermunculan di kepala. Jika aku hendak meluncurkan buku perdana, ia haruslah sesuatu yang benar-benar istimewa. Aku juga ingin ia merefleksikan diriku sebaik-baiknya. Meski aku sangat suka fotografi, penulisan adalah cinta pertama. Bagaimana menggabungkannya?
Setelah mencoba berbagai cara, akhirnya aku menemukan formulanya! Foto-foto yang terpilih itu aku berikan caption yang sesuai. Namun, seluruh caption itu akan membentuk sebuah cerita yang utuh dari awal sampai akhir. Mirip buku cerita ilustrasi. Tapi tentunya ilustrasi lebih mudah karena awalnya adalah cerita, dan gambarnya menyusul. Nah, yang kulakukan adalah kebalikannya. Dari foto-foto yang ada, bagaimana caranya agar bisa menyusun cerita yang tetap bersambungan!
Pada akhirnya, ini mirip menyusun puzzle. Mirip dengan menyambungkan kejadian demi kejadian yang kita alami dalam hidup, dan memahaminya sebagai cerita yang utuh. Ternyata, tidak ada yang namanya kebetulan. Yang ada adalah kebenaran :)
Penasaran bagaimana sambutan teman-teman dengan ide ini? Tunggu postingan berikutnya yaaaa… heheheh
Seberapa sering kita memulai sesuatu hanya untuk senang-senang, tapi kemudian malah jadi serius? Sesuatu yang ‘innocent’, tanpa ekspektasi, tanpa pretensi, tapi dikerjakan sepenuh hati seringkali melaju seperti bola salju. Makin besar, makin besar dan makin besar. Inilah yang terjadi pada project yang satu ini.
Bang Oscar melihat semua foto-fotoku dengan seksama. Malu-malu, aku menceritakan kepadanya maksud dan tujuan dari foto-foto ini. Sambil mendengarkan, tangan dan matanya awas memilih. Mana foto yang layak, mana yang dipinggirkan. Mana yang harus dipasangkan, mana yang harus berdiri sendiri.
Sementara, teman-teman yang ada di situ berkomentar tak putus berkomentar tentang foto-fotoku. Mereka mengatakan hal-hal yang membuat hidungku kembang kempis ke-GR-an. Bahkan ada yang nyeletuk, “Diseriusin aja ‘kali, Din!” Artinya, benar-benar dibuat buku dan dicetak banyak, bukan hanya satu untuk si Abang. Aku cuma bisa cengengesan sambil mengurut dada. Anak-anak ini makin keterlaluan deh becandanya!
Bang Oscar selesai memilih dan menyisihkan sekitar separuh dari tumpukan foto. Ia memintaku kembali melihat dengan seksama, mungkin ada foto-foto yang lebih sreg di hatiku. Lantas, diluar dugaanku, Bang Oscar malah heboh ikut memikirkan desain yang paling bagus untuk model buku seperti ini. Ia memberikan masukan-masukan dan referensi kepada Ari yang akan membantuku mendesain buku ini.
Aku takjub. Semua orang kok justru lebih bersemangat daripada aku ya? Aku jadinya malah makin grogi. Membuat buku, memang pernah terlintas dipikiranku. Tapi buku fotografi? Wah, apa aku layak? Teman-teman melihat keraguanku dengan jelas. Mereka bilang: pikirin aja dulu. Tak perlu buru-buru. Yang pasti, isinya cukup layak untuk jadi buku.
Sayangnya, urusan pikir memikir ini harus tertunda. Sejak September, aku terlibat dalam project lain yang mengharuskan aku berkonsentrasi penuh. Belum lagi memikirkan urusan pembangunan rumah yang tak kunjung selesai. Alhasil, saat Abang berulang tahun di awal Oktober, hadiah istimewa ini masih belum berbentuk. Tapi dalam hati aku berdoa, mudah-mudahan saat ulangtahun perkawinan kami yang ke-6 di bulan Maret, aku sudah punya hadiahnya!
Saat pekerjaan agak mereda di awal tahun, aku mulai berpikir serius soal buku ini. Intinya, jika memang hendak membuat buku, harus ada sesuatu yang berbeda dari hanya sekedar memasukkan foto-foto dan kata-kata dari instagramku. Tapi tentu saja pekerjaan ini tidak mudah, apalagi aku harus merahasiakannya dari abang.
Di tengah keruwetan itu, akhirnya aku menyerah dan memutuskan untuk menceritakannya kepada Abang. Sebab, menahan rahasia sebesar ini membuat perut mules setiap saat! Si abang berkaca-kaca saat aku cerita. Meski begitu, aku meminta pengertiannya: dia tidak boleh melihat, hanya bisa mendengar saja! Setidaknya dengan begitu masih ada surprise yang tersisa, hehhehe…
Begitu bebannya terlepas, otakku langsung bekerja dengan lincah. Ide-ide bermunculan di kepala. Jika aku hendak meluncurkan buku perdana, ia haruslah sesuatu yang benar-benar istimewa. Aku juga ingin ia merefleksikan diriku sebaik-baiknya. Meski aku sangat suka fotografi, penulisan adalah cinta pertama. Bagaimana menggabungkannya?
Setelah mencoba berbagai cara, akhirnya aku menemukan formulanya! Foto-foto yang terpilih itu aku berikan caption yang sesuai. Namun, seluruh caption itu akan membentuk sebuah cerita yang utuh dari awal sampai akhir. Mirip buku cerita ilustrasi. Tapi tentunya ilustrasi lebih mudah karena awalnya adalah cerita, dan gambarnya menyusul. Nah, yang kulakukan adalah kebalikannya. Dari foto-foto yang ada, bagaimana caranya agar bisa menyusun cerita yang tetap bersambungan!
Pada akhirnya, ini mirip menyusun puzzle. Mirip dengan menyambungkan kejadian demi kejadian yang kita alami dalam hidup, dan memahaminya sebagai cerita yang utuh. Ternyata, tidak ada yang namanya kebetulan. Yang ada adalah kebenaran :)
Penasaran bagaimana sambutan teman-teman dengan ide ini? Tunggu postingan berikutnya yaaaa… heheheh
Comments
Post a Comment