ProjectLove: My name is Dinda, and I am a hopeless romantic…


“Kamu itu sebenernya hopeless romantic, tapi nggak ngaku aja! Selalu denial!” Dian, sahabatku, melontarkan pernyataan yang membuat aku ternganga dan otak berhenti seketika. Sambil tetap mengunyah martabak telur berkuah kari khas Aceh - makan siang kami - ia membeberkan fakta-fakta dengan santainya. Dan aku cuma bisa membelalakkan mata.

Dibesarkan dengan dua saudara laki-laki, aku tak pernah suka segala sesuatu yang ‘perempuan’. Sejak kecil, aku lebih memilih celana ketimbang rok, dan sneakers dibanding heels. Seumur-umur punya baju pink ya baru-baru ini. Sejak dulu aku suka kegiatan outdoor dan berkotor-kotor, tak begitu peduli dengan kulit yang melegam. Aku selalu merasa diriku tomboi dan tidak romantis sama sekali.

Tapi ternyata ‘tomboi’ bukan antonim dari ‘romantis’. Menurut pengamatan Dian selama sepuluh tahun persahabatan kami, aku seringkali berlindung di balik ketomboianku. Padahal, aku adalah jenis orang yang dengan mudahnya mengungkapkan perasaan dan tak pernah keberatan menunjukkan rasa sayang di depan umum. Tulisan-tulisanku, foto-fotoku, semua meneriakkan bahwa aku adalah orang yang sangat percaya pada cinta. Pada mimpi-mimpi tentang ‘hidup bahagia selamanya’. Setelah berkali-kali menyangkal, aku akhirnya menyerah. “Udahlah, ngaku aja,” katanya sambil senyum-senyum nakal, “Embrace it.”

Meski masih malu mengakuinya, jauh di dalam hati aku merasa Dian benar. Contoh paling anyar bisa jadi adalah instagram-ku. Akun yang dimulai dengan foto-foto random serta merta berubah nada menjadi penuh cinta saat memotret foto ini:


Foto cahaya matahari sore menerobos jendela. Cahayanya keemasan, menghangatkan, mencerahkan. Semua terlihat berkilau dan indah dengan cahaya seperti ini. Entah kenapa, melihat foto ini, aku langsung terpikir Abang. Aku mengunduh foto ini dan memberikan caption:… you are to me”. Betapa bagiku, Abang adalah cahaya matahari, #eeaaaaaa hahahaha!

Terus terang, awalnya terasa norak, cheesy, kampungan, memalukan dan rasanya ‘nggak gue banget’. Tapi, aku tidak bisa menyangkal: melihat foto itu, hatiku hangat. Hangat karena berbagai sebab. Sebagian karena si Abang sedang jauh dan memikirkannya adalah pengobat rindu. Sebagian lagi karena foto Instagramku diambil dengan Iphone - sebuah hadiah spesial darinya - dan aku ingin menunjukkan bahwa hadiahnya berguna. Membuat aku berkarya.

Sejak itu, sepanjang tahun 2012 lalu, hampir semua foto di instagram kuberikan caption yang berkaitan dengan Abang.

Seperti foto ini…

Dan foto ini:
 

Ibaratnya, apapun yang dipandang mata, pikiran pasti melayang ke Abang #eaaaaaa lagi hahahahah! Yah, daripada menyebar kebencian, lebih bagus menunjukkan kasih sayang, bukan? Make love, not war :D 

I guess, when you feel truly loved, you have so much love inside that you just want to give more and more. Dan untuk itulah, saat ini, aku sedang mempersiapkan sebuah project penuh cinta. Apa projectnya? Tunggu postingan berikutnya ya, hahahahha!
 


Comments

Popular posts from this blog

Review Buku - "The Book You Wish Your Parents Had Read"

Jalan ‘Sunyi’ Homeschool (Pentingnya Support System)

Menyusun ‘Kurikulum’ HS yang Bertumbuh